Hallloooowww dirrrr….
How are you today, hari sabtu lagiiii nih ahh suka banget
setelah hiruk pikuk weekdays.
And now I want to tell you, what I think about marriage. It’s so
hard topic. Ihhhh hahahaha pake inggris dear.
Pernikahan dirr, akhir – akhir ini aku sering banget talk about marriage with
kim sang mun. Lebih tepatnya tadi malam, mengenai sisi sisi lain dari
pernikahan gitu pokoknya, melihat dari berbagai aspek dan sudut pandang
(accchiieeeyeee).
Berbicara pernikahan, suatu hal yang tak akan pernah habis
dibahas. Apakah ini harus saya bahas dari seorang diriku yang sampai sekarang masih
belum menikah oh tampaknya akan semakin berat yeekan dan ini hanya semacam opini
saja.
Jadi semenjak lulus sekolah SMA, melihat jauh soal pernikahan
pokoknya gak kepikiran aja sii, dan tidak menentukan target hanya saja yaaa
tidak ingin menikah saat kuliah belum selesai. Setelah lulus kuliah ya seperti
halnya sebuah hal yang sangat mainstream di bumi kehidupan inih (halaahh)
kuliah, kerja dan menikah,punya anak yahhh gitu gitu deh, dan mungkin aku baru berada di fase bekerja.
Pernikahan bukan soal usia, apalagi sekarang banyak sekali
anak – anak muda yang “ hijrah “, tapi topic hijrahnya lebih ke jodoh. Padahal topik
dalam Islam bukan tentang jodoh aja yeekaaan, masih banyak yang harus dikaji
dan dipelajari selain jodoh. Mengkaji akhlaq dalam diri dan bagaimana memanage
hidup dalam sebuah rumah tangga. Untuk aku semua harus dilihat dari berbagai
sudut pandang, sisi lain daru kebanyakan orang.
Sometimes, ketika aku melihat dan menyaksikan akad nikah
setelah para saksi mengucapkan kata “SAH”, kok aku malah berpikir dua orang pasangan
halal itu seperti dijatuhkan batu yang sangat besar. Yaaaa……… dan batu itu akan
selalu ada dan bisa jadi mengikis menjadi serpihan debu, sehingga tak ada beban
lagi diantara 2 orang itu dengan cara bagaimana dua orang itu menjalani
kehidupan rumah tangga sepanjang hidup mereka dengan hal yang tak selalu
menjadikan beban dalam hidup, hahahhaha paham gak siii wkkkkk🤪.
Tugas kita didunia ini banyak gak, not only about marriage,
yuhuuuuuu pernah berpikir kalo pernikahan adalah solusi, tapi seketika itu
tersadar itu adalah solusi terburuk. Bagaimana mungkin aku menggantungkan beban
kepada orang lain dalam hal ini suami, sedangkan mungkin dalam pernikahan
sendiri itu pun banyak sekali beban – beban rumah tangga yang baru mulai hadir
dan entah sampai kapan berakhir. Belum lagi kalo si perempuannya mikir dengan
menikah segala expenses akan ditanggung oleh si suami, dan si laki-laki pula
mikir segala kerjaan rumah bakal diberesin oleh si isteri. itu emang sama
sekali salah, karena tanggungjawab husband n wife are more than that.
Dirrrr……… standar usia menikah apalagi untuk seorang perempuan
di negeri ini, di daerah ini dan lingkungan serta keluarga begitu sangat mempengaruhi,
iyaaaaa mempengaruhiii batin terdalam inihhh 😢, usia 29
sampe seterusnya belum menikah di sebut perawan tua, yapzz menggunungnya hinaan
sebutan perawan tua cintamu tetap suci #Zahrana.
Menikah itu bukan tentang komitmen tapi ada juga tentang, intimacy,
keinginan untuk dekat dia terus. Jadi plis tanya kedalam diri apa benar kita
siap menikah?
Saya sangat percaya tumbuh kembang anak yang baik akan terlahir
atau anak dapatkan dari orang tua yang sadar, dan memiliki konsep diri yang
baik juga orang tua yang sehat secara emotional.
Maka dari itu penting banget untuk memantaskan diri masing –
masing. Kita bisa mempersiapkan marriage itu dengan meng-upgrade kapasitas diri
kita dengan melakukan banyak hal. Allah tahu kok kapan waktu yang tepat untuk
kita mulai ke tahap marriage itu.
Tulisan ini adalah sebagai opini karena masih banyak lagi hal
yang masih aku belum tahu dan hanya mencoba menulis agar tetap waras, kalau ada
salah – salah aku mohon maaf, apalah aku yang hanya bubuk berlian ( justkidding
bukan sombong). Selalu belajar terus belajar dan memperbaiki diri. Semoga
berfaedah dan selalu jaga kesehatan and
See you